BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pesantren
adalah lembaga pendidikan islam yang sudah berdiri sejak ratusan tahun yang
lalu. Di lembaga inilah diajarkan dan dididikan ilmu dan nilai-nilai agama
kepada santri. Pada tahap awal pendidikan di pesantren tertuju semata-mata
mengajarkan ilmu-ilmu agama terdiri dari berbagai cabang diajarkan di pesantren
dalam bentuk wetonan, sorogan, hafalan ataupun musyawarah (muzakarah). Pada tahap awal juga sistemnya berbentuk non formal,
tidak dalam bentuk klasikal serta lamanya santri di pesantren tidak ditentukan
oleh tahun, tetapi oleh kitab yang dibaca. Bisa juga seorang santri
berpindah-pindah dari satu pesantren ke pesantren lainnya untuk mendalami ilmu
yang lebih spesifik lagi.[1]
Pondok
pesantren telah banyak mewarnai perjuangan bangsa kita dalam melawan
imprealisme serta merebut kemerdekaan pada revolusi fisik sekitar enam puluh
delapan tahun yang lalu, ketikaitu pondok pesantren merupakan basis perjuangan
dan tidak sedikit santri yang terjun sebagai tentara rakyat yang kemudian
menjadi tentara nasional.
Selain itu
pesantren dikenal sebagai lembaga pendidikan islam dan penyiar agama islam.
Identitas yang disebut terakhir ini telah cukup jelas, karena tujuan dan
misinya bersumber dari semangat islam. Dengan demikian lembaga pesantren adalah
penentu watak keislaman dari kerajaan-kerajaan islam yang memiliki peranan
penting islamisasi di asia tenggara, lembaga-lembaga pesantren harus terlebih
dahulu dipelajari sebab disinilah asal-usul sejumlah manuskrif tentang pengajaran
islam di wilayah ini.
Karakteristik
suatu pesantren ditandai dengan adanya pondok (asrama), mesjid, pengajaran
dengan kitab-kitab islam klasik, santri dan kyai. Pengaruh kyai bukan hanya
dominan dalam kalangan pesantren tetapi juga kepada warga desa kawasan daerah
disekitarnya.[2]
Keberadaan
pondok pesantren secara implisif berkonotasi sebagai lembaga pendidikan islam
tradisional, tidaklah seluruh pesantren itu selalu tertutup dengan inovasi,
pada zaman penjajahan belanda memang mereka menutup diri dari segala pengaruh
luar, terutama pengaruh barat yang non islami. Namun di lain pihak pondok
pesantren dengan figur kiyainya telah berhasil menumbuhkan nasionalisme dan
mempersatukan antar suku seagama sehingga bisa berjuang bersama-sama melawan
penjajah.
Pesantren
sebagai komunitas belajar keagamaan sangat erat hubungannya dengan lingkungan
sekitarnya. Pada umumnya kontak lahir batin antara warga pondok pesantren
dengan masyarakat, lebih erat bila dibandingkan dengan hubungan antara lembaga
pendidikan non pesantren dengan penduduk disekitarnya.
Tujuan
pendidikan pesantren bukan untuk mengajar kepentingan kekuasaan, harta dan
keagungan duniawi saja, namun semata-mata merupakan kewajiban dan pengabdian
kepada Allah SWT, perkembangan suatu pesantren sepenuhnya terletak pada
kemampuan dan wawasan kiyainya. Kiyai merupakan faktor dominan dari sebuah
pesantren, upaya para kiyai yang paling utama dalam melestarikan tradisi
pesantren ialah membangun solidaritas dan kerjasama secara internal dan
eksternal.
Kiyai juga
dalam memberikan pemahamannya tentang ilmu tajwid tidak semudah apa yang kita
kira, karena pengucapan huruf-huruf Al-Qur’an
yang benar-benar baik memerlukan waktu yang cukup lama. Dalam
mempelajari ilmu tajwid senantiasa dilakukan secara mushofahah (bertemu
langsung) dengan guru yang benar-benar faham dalam ilmu Al-Qur’an dan fasih dalam melafadhkan ayat Al-Qur’an,
sehingga tidak terjadi kesalah fahaman dalam memahami ilmu tajwid.[3]
Dengan
banyaknya lulusan pesantren yang melanjutkan pada pendidikan umum, ditambah
pula banyaknya tenaga pengajar pondok pesantren yang menguasai ilmu-ilmu diluar
disiplin ilmu agama islam, maka keterbukaan pondok pesantren terhadap dunia
luar terutama masyarakat disekitarnya semakin luas. Hal ini terbukti dengan adanya
bangunan cara fisik di pedesaan pada beberapa provinsi di Indonesia yang
digerakan oleh para kiyai atau santri. Pondok pesantren sudah sangat lazim
terdapat perbedaannya, ada pesantren yang mengutamakan pemahaman Al-Kitab, dan
ada pula yang mengutamakan kepasihan atau pendalaman Al-Qur’an. Disinilah
seorang santri dituntut untuk tidak menuntut ilmu agama di sebuah pesantren
saja, lebih banyak pesantren yang ia pendalam ilmunya maka akan lebih mantap
pula pemahaman yang ia dapat. Di pondok pesantren Al-Hidayah Wadowetan
pendidikannya sangat difokuskan pada pendalaman kandungan-kandungan ayat suci
Al-Qur’an , akan tetapi tidak menuntut kemungkinan pemahan Al-Kitab juga
dipendalam di pondok pesantren ini. Dengan demikian siswa yang ikut menuntut
ilmu di pondok pesantren ini, pemahaman ilmu tajwidnya sangat baik. Oleh karena
itu, agar siswa lebih cepat berhasil dalam penguasaan ilmu tajwid dipandang
perlu adanya tambahan pendidikan di luar jam pelajaran sekolah baik di pondok
pesantren, maupun lainnya.
Dilihat
dari cara pembacaan Al-Qur’an, anak yang tidak menambah pendidikannya di pondok
pesantren dibandingkan dengan anak yang menambah pendidikannya di pondok
pesantren maupun lainnya akan terlihat jauh berbeda. Tajwid merupakan hal yang
paling penting dalam menentukan baik dan buruknya dalam mengucapkan hurup-hurup
Al-Qur’an, dengan demikian belajar tajwid harus dengan sungguh-sungguh.
Untuk
menciptakan hal tersebut di atas perlu adanya iklim yang sehat dan pendidikan
yang mantap, sehingga memungkinkan kreativitas generasi penerus berkembang
dengan baik. Pendidikan anak-anak yang pertama dan yang paling utama adalah
pendidikan dilingkungan keluarga, karena keluargalah yang berhak memikul beban
dan tanggungjawab untuk kelangsungan hidup mereka, baik yang berkenaan dengan
hidup di dunia maupun untuk bekal nanti di akhirat. Fiman Allah dalam Al-Qur’an
surat At-Tahrim ayat 6:
$pkr'¯»ttûïÏ%©!$#(#qãZtB#uä(#þqè%ö/ä3|¡àÿRr&ö/ä3Î=÷dr&ur#Y$tR$ydßqè%urâ¨$¨Z9$#äou$yfÏtø:$#ur
$pkön=tæîps3Í´¯»n=tBÔâxÏî×#yÏ©wtbqÝÁ÷èt©!$#!$tBöNèdttBr&tbqè=yèøÿtur$tBtbrâsD÷sã
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan.[4]
Dalam hal
ini terbentuknya suasana tentram dan teratur dalam keluarga merupakan suatu conditione
quanon bagi suksesnya pendidikan ditempat lain. Oleh karena itu, pembinaan
mental harus ditanamakam sejak kecil, diharapkan anak-anak akan terhindar dari
pengaruh yang negatif yang akan membawa kehancuran terhadap agama, nusa dan
bangsa. Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisi yang telah ada di
indonesia setelah sekolah-sekolah pola barat maju. Lembaga pendidikan ini
memiliki sistem pengajaran yang berbeda dengan pendidikan formal.
Peranan
pemuka agama (kiyai) dalam membantu pendidikan ilmu tajwid di MD Takmiliah
Wadowetan diluar jam pelajaran sekolah cukup besar, terutama membantu
pemerintah dalam pendidikan. Masalah pokok yang menjadi pusat perhatian
pemerintah dan masyarakat adalah masalah pendidikan, bahkan sekarang sedang
menggalakan pendidikan dasar dua belas tahun. Ini berarti para siswa wajib
menyelesaikan pendidikannya hingga tingkat SLTA.[5]
Dalam rangka
mempersiapkan kader penerus bangsa dalam pembangunan nasional, perlu adanya
usaha memantapakan pendidikan akhlak dengan cara menambah pendidikan di luar
jam sekolah, yaitu di pondok pesantren, agar menjadi manusia yang berpotensi
tinggi yang nantinya ikut serta dalam melakukan pembangunan.
Pendidikan
yang pertama adalah pendidikan dalam lingkungan keluarga, akan tetapi karena
ada beberapa hal yang menjadi kendala, diantaranya waktu, kemampuan dan
kesempatan, maka orang tua menitipkan anak-anaknya kesekolah dan ke pondok
pesantren. Maka guru dan kiyai mempunyai peranan yang sangat penting dalam
mendidik dan mengajar anak-anak didiknya. Anak-anak tersebut diharapkan agar
menjadi kader penerus bangsa dan merupakan sumber daya manusia yang potensial.
B. Identifikasi Masalah
Dengan
melihat latar belakang di atas, banyak masalah yang timbul dan dapat penulis
rasakan. Untuk terciptanya tujuan penelitian yang sesuai dengan harapan, maka
penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1.
Faktor
penghambat penanaman pengetahuan tentang tajwid dalam kepasihan membaca
Al-Qur’an pada anak antara lain:
a.
Kurangnya
pengetahuan orang tua tentang pentingnya ilmu tajwid dalam membaca Al-Qur’an.
b.
Lingkungan
keluarga, sekolah dan teman bermain yang belum kondusif.
c.
Kurangnya
minat anak untuk memperdalam ilmu tajwid.
d.
Orang
tua dan anak sudah merasa puas apabila sudah bisa membaca Al-Qur’an walaupun
tajwidnya belum benar.
e.
Kurangnya
pengetahuan orang tua tentang keseluruhan program pembelajaran yang ada di
Madrasah Diniah.
2.
Faktor
penunjang penanaman pengetahuan tentang tajwid dalam kepasihan membaca
Al-Qur’an pada anak antara lain:
a.
Undang-undang
Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 yang menetapkan pendidikan agama
Islam sebagai mata ajar wajib pada setiap jenjang pendidikan.
b.
Adanya
perhatian yang besar dari lingkungan Kementrian Agama dan Kementrian Pendidikan
Nasional terhadap upaya pembinaan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
c.
Adanya
para kiyai yang peduli akan masa depan kemajuan bangsa dan negara, dengan niat
mencetak kader bangsa yang agamis.
d.
Tersedianya
pondok pesantren yang didalamnya memprioritaskan pengajaran tentang ilmu
keagamaan.
e.
Adanya
kesadaran masyarakat untuk mendukung kegiatan program Madrasah Diniah
dilingkungannya masing-masing.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan
Masalah
Mengingat
masalah yang dikemukakan di atas sangat luas, maka perlu dilakukan pembatasan
masalah, supaya masalah-masalah yang ada dapat terpecahkan secara optimal. Oleh
karena itu, masalah dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut:
a.
Sistem
pengajaran yang diterapkan di pondok pesantren disini adalah sistem pengajaran
tentang pemahaman ilmu tajwid di pondok pesantren Al-Hidayah Desa Wadowetan
Kecamatan Bantarujeg Kabupaten Majalengka.
b.
Kepasihan
siswa dalam membaca Al-Qur’andisini adalah ditekankan pada mata ajar Baca Tulis
Al-Qur’an (BTQ) di Madrasah Diniah Takmiliah Desa Wadowetan Kecamatan
Bantarujeg Kabupaten Majalengka.
c.
Madrasah
Diniah (MD) Takmiliah yang dimaksud disini adalah salahsatu lembaga pendidikan
yang berada dilingkungan Kementrian Agama yang bertempat di Desa Wadowetan
Kecamatan Bantarujeg Kabupaten Majalengka.
2.
Perumusan
Masalah
Melihat
dari latar belakang di atas, kiranya penulis akan merumuskan masalah adalah
sebagai berikut:
a.
Bagaimanakah
penerapan sistem pengajaran ilmu tajwid di pondok pesantren Al-Hidayah Desa
Wadowetan Kecamatan Bantarujeg Kabupaten Majalengka?
b.
Bagaimanakah
kepasihan siswa dalam membaca Al-Qur’an pada mata ajar Baca Tulis Al-Qur’an
(BTQ) di Madrasah Diniah Takmiliah Desa
Wadowetan Kecamatan Bantarujeg Kabupaten Majalengka?
c.
Bagaimanakah
pengaruh penerapan sistem pengajaran ilmu tajwid di pondok pesantren Al-Hidayah
terhadap kepasihan siswa dalam membaca Al-Qur’an pada mata ajar Baca Tulis Al-Qur’an (BTQ) di Madrasah Diniah Takmiliah Desa Wadowetan
Kecamatan Bantarujeg Kabupaten Majalengka?
D. Tujuan dan Signifikasi Penelitian
1. Tujuan
Penelitian
Sesuai
dengan rumusan masalah yang dikemukakan di atas,maka tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a.
Untuk
mengetahui penerapan sistem pengajaran ilmu tajwid di
pondok pesantren Al-Hidayah Desa Wadowetan Kecamatan Bantarujeg Kabupaten
Majalengka.
b.
Untuk
mengetahui kepasihan siswa dalam membaca Al-Qur’an pada mata ajar Baca Tulis
Al-Qur’an (BTQ) di Madrasah Diniah
Takmiliah Desa Wadowetan Kecamatan Bantarujeg Kabupaten Majalengka.
c.
Untuk
mengetahui pengaruh penerapan sistem pengajaran ilmu tajwid di pondok pesantren
Al-Hidayah terhadap kepasihan siswa dalam membaca Al-Qur’an pada mata ajar Baca Tulis Al-Qur’an (BTQ) di Madrasah Diniah Takmiliah Desa Wadowetan
Kecamatan Bantarujeg Kabupaten Majalengka.
2.
Signifikasi
Penelitian
Dengan
adanya penelitian ini, selain menjadi salah satu syarat untuk menyelesaikan
program pendidikan Strata satu (S1) pada jurusan Pendidikan Agama Islam di
Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Shalahuddin Al-Ayyubi Jakarta, dapat
bermanfa’at untuk:
a.
Pondok
pesantren dalam menerapkan sistem pengajaran ilmu tajwid pengaruhnya terhadap
kepasihan membaca Al-Qur’an pada mata ajar Baca Tulis Al-Qur’an (BTQ) di Madrasah Diniah Takmiliah Desa Wadowetan
Kecamatan Bantarujeg Kabupaten Majalengka. Jika pengaruhnya positif, maka
sistem pengajaran tersebut harus dipertahankan bahkan ditingkatkan, dan jika
pengaruhnya kurang maksimal maka sebagai evaluasi untuk perubahan kearah yang
lebih baik.
b.
Hasil
penelitian ini dapat dijadikan informasi bagi pengelola Madrasah Diniah (MD)
untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang bisa memberikan dampak positif
bagi peningkatan pengembangan pehaman ilmu tajwid dalam kepasihan membaca
Al-Qur’an terutama pada mata ajar Baca Tulis Al-Qur’an (BTQ) di Madrasah Diniah
Takmiliah Desa Wadowetan Kecamatan Bantarujeg Kabupaten Majalengka.
E. Sistematika Penulisan
Penelitian ini akan disusun dalam lima bab yang saling berkaitan antara
bab satu dengan yang lainnya, dan tiap-tiap bab terdiri dari beberapa sub,
bagian yang disusun sebagai berikut:
Bab pertama ialah Pendahuluan. Bab ini berisi Latar Belakang Masalah yang memuat
latar belakang terjadinya masalah, Identifikasi Masalah memuat dan
mengidentifikasi masalah yang timbul atau yang ada dalam latar belakang
masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah memuat masalah dari hasil identifikasi dibatasi
agar masalah yang diteliti tidak terlalu luas supaya masalah dapat terpecahkan
secara optimal dan seterusnya masalah tersebut dirumuskan, Tujuan dan
Signifikansi Penelitian dan Sistematika Penulisan.
Bab kedua ialah Landasan Teori Penelitian tentang Pengaruh Pengajaran
Ilmu Tajwid Pondok Pesantren Terhadap Kepasihan Bacaan Al-Qur’an Pada Mata Ajar Baca Tulis Qur’an (BTQ) yang memuat:
deskripsi teori berupa penjelasan Pengajaran Ilmu Tajwid, sistem pengajaran
ilmu tajwid di pondok pesantren Al-Hidayah, kepasihan dalam membaca Al-Qur’an
pada Mata Aja Baca Tulis Qur’an di Madrasah Diniah Takmiliah, pengaruh
penerapan sistem pengajaran ilmu tajwid di pondok pesantren Al-Hidayah terhadap
kepasihan dalam membaca Al-Qur’an pada Mata Ajar Baca Tulis Al-Qur’an di
Madrasah Diniah Takmiliah, Kerangka Berfikir dan Hipotesis.
Bab ketiga ialah Kerangka Metodologis memuat: Metode Penelitian, Populasi,
Sampel, Teknik Penarikan Sampel, Instrumen Penelitian, Teknik Pengumpulan Data
yang terdiri dari Angket, Studi Pustaka, Observasi, Wawancara dan Dokumentasi
dan Teknis Analisis Data yang terdiri dari Editing, Alternatif Jawaban,
Skorting dan Tabulating.
Bab keempat ialah Hasil Penelitian yang memuat tentang: gambaran umum tentang lokasi
penelitian (daerah dan institusi), karakteristik responden dan gambaran umum
tentang penerapan sistem pengajaran
ilmu tajwid di pondok pesantren Al-Hidayah terhadap kepasihan siswa dalam
membaca Al-Qur’an pada mata ajar Baca
Tulis Qur’an (BTQ) di Madrasah Diniah
Takmiliah Desa Wadowetan Kecamatan Bantarujeg Kabupaten Majalengka. Penyajian Analisis Data hasil penelitian yang
diambil dari hasil angket penelitian dan nilai leger raport siswa Madrasah Diniah Takmiliah Desa Wadowetan
Kecamatan Bantarujeg Kabupaten Majalengka. dan Interprestasi Hasil Penelitian.
Bab kelima, penutup berupa Kesimpulan dan rekomendasi yang berupa
saran-saran.
[1]H. Amin Haedari, (Transformasi Pesantren), Jakarta:
Media Nusantara, 2007, h: 3.
[2]Mayra Walsh, (Pondok Pesantren Dan Ajaran
Golongan Islam Ekstrim (Studi Kasus Di Pondok Pesantren Modern Putri ‘Darur
Ridwan’ Parangharjo, Banyuwangi) Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik Universitas
Muhammadiyah Malang), 2002, h: 9.
[4]Depag RI, (Al-Qur’an
dan Terjemahannya), Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci
Al-Qur’an, 1984, h: 951.
[5]Mayra Walsh, (Pondok Pesantren Dan Ajaran
Golongan Islam Ekstrim (Studi Kasus Di Pondok Pesantren Modern Putri ‘Darur
Ridwan’ Parangharjo, Banyuwangi) Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik Universitas
Muhammadiyah Malang), 2002, h: 43.