BAB II
LANDASAN TEORI PENELITIAN
A. Deskripsi Teori
1. Pengertian Pengajaran
Proses
pembelajaran dialami setiap orang sepanjang hayat serta dapat berlaku di
manapun dan kapanpun. Pembelajaran merupakan interaksi antara peserta didik
dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih
baik. Dalam pembelajaran tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan
lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik.
Pada dasarnya Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran,
walaupun mempunyai konotasi yang
berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat
belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang
ditentukan (aspek kognitif), juga
dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek
afektif), serta keterampilan (aspek
psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai
pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga
menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik. Di dalam
pembelajaran dapat berlangsung dengan atau tanpa hadirnya guru.
Dalam
proses belajar terdapat komponen pendukung yang dapat mendorong tercapainya
tujuan utama dari proses pembelajaran yang ditandai dengan adanya perubahan
perilaku. Proses belajar dapat terjadi baik secara alamiah maupun direkayasa.
Proses balajar secara alamiah biasanya terjadi pada kegiatan yang umumya
dilakukan oleh setiap orang dan kegiatan belajar ini tidak direncanakan.
Sedangkan proses belajar yang direkayasa merupakan proses belajar yang memiliki
sistematika yang jelas dan telah direncanakan sebelumnya guna mencapai tujuan
yang diinginkan. Dalam proses ini metode yang digunakan disesuaikan dengan
tujuan yang hendak dicapai. Dalam hal ini proses belajar yang direkayasa yang
lebih memungkinkan tercapainya perubahan perilaku karena ada rancangan yang
berisi metode dan alat pendukung.
Dalam
mengembangkan kegiatan pembelajaran, kegiatan pembelajaran harus dirancang
untuk memberikan pengalaman belajar pada peserta didik. Pengalaman belajar yang
dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang
bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Oleh karena itu kegiatan
pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada pengajar, khususnya siswa
agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara professional. Kegiatan
pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa secara
berurutan untuk mencapai kompetensi dasar. Penentuan urutan kegiatan
pembelajaran harus sesuai dengan kirarki konsep materi pembelajaran, dan
rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung dua unsur
penciri yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar siswa yaitu kegiatan
siswa dan materi.[6]
Pengajaran
ialah sesuatu tugasan dan aktiviti yang diusahakan bersama oleh guru dan
muridnya. Pengajaran ini adalah dirancangkan guru secara sisitematik dan teliti
untuk melaksanakannya dengan kaedah dan teknik mengajar yang sesuai,
membimbing, menggalak dan memotivasikan murid supaya mengambil inisiatif untuk
belajar, demi memperolehi ilmu pengetahuan dan menguasai kemahiran yang
diperlukan.
Umumnya “Pembelajaran merupakan proses memperolehi
ilmu pengetahuan atau kemahiran”. Mengikut Robert M. Gagne (1970) dalam The
Condition of Learning, pembelajaran merupakan “perubahan tingkahlaku atau
kebolehan seseorang yang dapat dikekalkan, tidak termasuk perubahan yang
disebabkan proses pertumbuhan”. Mengikut Woolfolk (1980) dalam Educational
Psychology for Teachers, pembelajaran dilihat sebagai perubahan dalaman
yang berlaku kepada seseorang dengan membentuk perkaitan yang baru, atau
sebagai potensi yang sanggup menghasilkan tindak balas yang baru.[7]
2. Pengertian Ilmu Tajwid
Kata ilmu
secara etimologi berarti tahu atau pengetahuan. Kata ilmu berasal dari bahasa
Arab “Alima-ya’lamu, dan science dari bahasa Latin Scio, scrie artinya to know. Sinonim yang paling akurat dalam bahasa Yunani adalah epitisteme. Sedangkan secara terminology
ilmu atau science adalah semacam
pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri, tanda-tanda dan syarat-syarat tertentu.
Menurut ensiklopedia pengertian ilmu adalah “Ilmu pengetahuan yaitu suatu
system dari pelbagai pengetahuan yang masing-masing mengenai suatu lapangan
pengetahuan tertentu, yang disusun sedemikian rupa menurut asas-asas tertentu,
sehingga menjadi kesatuan suatu sistem dari pelbagai pengetahuan yang
masing-masing didapatkan sebagai hasil pemeriksaan yang dilakukan secara teliti
dengan memakai metode tertentu (induksi, deduksi). Dari berbagai definisi di
atas kiranya dapat dipahami bahwa ilmu adalah sekumpulan pengetahuan yang
diorganisir secara sistematis berdasarkan pengalaman dan pengamatan yang
kemudian dihubungkan berdasarkan pemikiran yang cermat dan teliti dan dapat
dipertanggungjawabkan dengan berdasarkan metode.[8]
Sedangkan tajwid
menurut bahasa, artinya membaguskan. Dan menurut istilah, tajwid adalah membaguskan
bacaan Al-Qur’an sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu tajwid yang berlaku. Imam Ali
bin Tholib mengatakan bahwa Tajwid adalah mengeluarkan setiap huruf dari makhrojnya
dan memberikan hak setiap huruf (yaitu sifat yang melekat pada huruf tersebut seperti
qolqolah, Hams, dll) dan mustahaq huruf (yaitu sifat-sifat huruf yang terjadi karena sebab-sebab tertentu,
seperti izhar, idghom, dll.) Adapun pengertian ilmu tajwid menurut istilah adalah
ilmu yang membahas tatacara membaca Al-Qur’an.
Ada pendapat
lain yang mengatakan tajwid menurut bahasa adalah tahsin: memperbaiki atau
mendatangkan bacaan dengan baik. Sedangkan menurut istilah adalah Ilmu yang
mempelajari cara mengucapkan huruf-huruf Al-Qur’an tentang tebal dan tipisnya,
panjang dan pendeknya, sifat-sifatnya, dan hukum membaca huruf Hijaiyah bila
bertemu dengan huruf yang lain. Sehingga menjadi suatu bacaan yang baik.
Pengertian lain dari ilmu tajwid ialah menyampaikan dengan sebaik-baiknya dan
sempurna dari tiap-tiap bacaan ayat Al-Qur’an.
a. Kegunaan
Ilmu Tajwid
Kegunaan dari mempelajari Ilmu Tajwid adalah:
1) Agar
tidak ada kesalahan dalam membaca ayat-ayat Allah (Al-Qur’an);
2) Agar
aya-ayat yang kita baca sesuai dengan ketentuan-ketentuan bahasa Arab, baik
cara pengucapan huruf, sifat-sifat huruf dan kaidah-kaidah yang telah
ditetapkan oleh Ulama Ahli Qurro.
b. Hukum
Mempelajari
Ilmu Tajwid
Mempelajari tajwid
sebagai suatu ilmu pengetahuan hukumnya Fardhu Kifayah yaitu jika sudah ada
yang mempelajari istilah-istilah dan teori ilmu tajwid maka kewajiban itu gugur
bagi yang lainnya. Adapun mempraktekan ilmu tajwid dalam membaca Al-Qur’an
adalah Fardhu ‘Ain, yaitu kewajiban setiap umat Islam, dengan kata lain
menggunakan atau mengamalkan Ilmu tajwid adalah merupakan suatu keharusan, maka
barang siapa yang tidak memperbaiaki bacaan Al-Qur a’nya dia termasuk berdosa. Hal
ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Muzammil ayat 4:
÷rr& ÷Î Ïmøn=tã
È@Ïo?uur
tb#uäöà)ø9$#
¸xÏ?ös?
Artinya: Atau
lebih dari seperdua itu. dan Bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan.[9]
Karena mempraktekan
tajwid dalam membaca Al-Qur’an adalah wajib sedang mempelajari istilah-istilahnya
adalah fardhu kifayah.
Sedangkan menurut
Ibnu Katsir Tartil artinya membaca Al-Qur’an dengan perlahan-lahan dan hati-hati
karena itu akan membantu pemahaman dan tadabbur.
Para ulama menyatakan
bahwa hukum bagi mempelajari tajwid itu adalah fardhu kifayah tetapi mengamalkan
tajwid ketika membaca Al-Qur’an adalah fardhu 'ain atau wajib kepada lelaki dan
perempuan yang mukallaf atau dewasa.
Dengan
demikian Tajwid adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk mengetahui kaidah atau tatacara
membaca Al-Qur'an dengan baik dan benar. Jadi ilmu tajwid adalah suatu ilmu
yang mempelajari bagaimana cara membunyikan atau mengucapkan huruf-huruf yang
terdapat dalam kitab suci Al-Qur'an maupun bukan.
Fungsinya adalah untuk menjaga lidah
dari kesalahan dalam membaca Al-Qur'an. Karena kesalahan dalam membaca
Al-Qur'an dapat membuat perubahan arti dari kata atau kalimat yang dibaca. Hukum
memakainya dalam membaca Al-Qur'an wajib bagi siapa saja yang sudah tahu tentang
ilmu Tajwid ini. Sedangkan hukum belajar Tajwid itu sendiri Fardhu Kifayah.[10]
Adapun dalil-dalil yang mewajibkan membaca Al-Qur’an dengan tajwid antara lain:
Adapun dalil-dalil yang mewajibkan membaca Al-Qur’an dengan tajwid antara lain:
1) Allah
SWT berfirman yang artinya "Dan bacalah Al-Qur'an itu dengan perlahan/tartil
(bertajwid)" (QS: Al-Muzzammil; 4. Ayat ini jelas menunjukkan bahwa Allah
SWT memerintahkan Nabi Muhammad untuk membaca Al-Qur’an yang diturunkan kepadaNya
dengan tartil, yaitu memperindah pengucapan setiap huruf-hurufnya (bertajwid).
2) dalam
hadits yang diriwayatkan dari Ummu Salamah R.A. (istri Nabi SAW), ketika beliau
ditanya tentang bagaimana bacaan dan shalat
Rasulullah SAW, maka beliau menjawab: "Ketahuilah bahwa Baginda SAW
shalat kemudian tidur yang lamanya sama
seperti ketika beliau shalat tadi,
kemudian Baginda kembali shalat yang
lamanya sama seperti ketika beliau tidur tadi, kemudian tidur lagi yang lamanya
sama seperti ketika beliau shalat tadi hingga menjelang shubuh. Kemudian dia
(Ummu Salamah) mencontohkan cara bacaan Rasulullah SAW dengan menunjukkan
(satu) bacaan yang menjelaskan (ucapan) huruf-hurufnya satu persatu."
(Hadits 2847 Jamik At-Tirmizi).
3) Dalil
ijma ulama. Adalah telah sepakat para ulama dari zaman Rasulullah sampai zaman sekarang,
bahwa membaca Al-Qur'an dengan bertajwid adalah sesuatu yang fardhu dan wajib.
4) ada
juga pengertian dan adab dalam membaca Al-Qur’an diantaranya adalah Istiadzah dan
Basmalah. Istiadzah: Aku berlindung kepada Allah dari syaitan yang terkutuk,
dibaca dengan adab sebagaiberikut:
a) Dibaca
pelan ketika tilawah dengan pelan.
b) Dibaca
pelan ketika sendirian meskipun tilawah bersuara.
c) Dibaca
keras bila tilawah keras dan ada orang lain yang mendengarkan.
d) Ketika
bergantian bisa dibaca oleh yang pertama saja, bisa juga masing-masing membaca.
Sedangkan Basmalah: Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
mempunyai adab sebagai berikut:
a) Dibaca
ketika memulai tilawah dari awal surat kecuali surat At-Taubah.
b) Ketika
tilawah dimulai ketika tilawah dimulai dari tengah Basmalah boleh dibaca boleh tidak.[11]
3. Pengertian Pondok Pesantren
Secara Etimologiistilah pesantren berasal dari kata pe-santri-an, dimana kata
"santri" berarti murid dalam Bahasa Jawa.
Istilah pondok berasal dari Bahasa Arab
funduuq (فندوق) yang berarti penginapan.Khusus di Aceh, pesantren disebut
juga dengan nama dayah. Biasanya pesantren dipimpin oleh seorang Kyai. Untuk mengatur
kehidupan pondok pesantren, kyai menunjuk seorang santri senior untuk mengatur
adik-adik kelasnya, mereka biasanya disebut lurah pondok. Tujuan para santri dipisahkan dari orang tua dan
keluarga mereka adalah agar mereka belajar hidup mandiri dan sekaligus dapat
meningkatkan hubungan dengan kyai dan juga Tuhan.
Pendapat lainnya, pesantren berasal dari kata
santri yang dapat diartikan tempat santri. Kata santri berasal dari kata
Cantrik (bahasa Sansakerta, atau mungkin Jawa) yang berarti orang yang selalu
mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh Perguruan Taman Siswa dalam
sistem asrama yang disebut Pawiyatan. Istilah santri juga dalam ada dalam
bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedang C. C Berg berpendapat
bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri, yang dalam bahasa India
berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli
kitab suci agama Hindu.Terkadang juga dianggap sebagai gabungan
kata saint (manusia baik) dengan suku kata tra (suka menolong),
sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik.[12]
Sedangkan menurut perananannya Pesantren
pada mulanya merupakan pusat penggemblengan nilai-nilai dan penyiaran agama Islam. Namun, dalam
perkembangannya, lembaga ini semakin memperlebar wilayah garapannya yang tidak
melulu mengakselerasikan mobilitas vertikal (dengan penjejelan materi-materi
keagamaan), tetapi juga mobilitas horizontal (kesadaran sosial).Pesantren kini
tidak lagi berkutat pada kurikulum yang berbasis keagamaan (regional-based
curriculum) dan cenderung melangit, tetapi juga kurikulum yang menyentuh
persoalan kikian masyarakat (society-based curriculum). Dengan demikian,
pesantren tidak bisa lagi didakwa semata-mata sebagai lembaga keagamaan murni,
tetapi juga (seharusnya) menjadi lembaga sosial yang hidup yang terus merespons
carut marut persoalan masyarakat di sekitarnya.[13]
Pondok
Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang merupakan produk budaya
Indonesia. Keberadaan Pesantren di Indonesia dimulai sejak Islam masuk negeri
ini dengan mengadopsi sistem pendidikan keagamaan yang sebenarnya telah lama
berkembang sebelum kedatangan Islam.Sebagai lembaga pendidikan yang telah lama
berurat akar di negeri ini, pondok pesantren diakui memiliki andil yang sangat
besar terhadap perjalanan sejarah bangsa.[14]
Istilah Pondok
Pesantren merupakan dua istilah yang menunjukkan satu pengertian. Pesantren
menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri, sedangkan pondok
berarti rumah atau tempat tinggal sederhana terbuat dari bambu.Disamping itu,
kata pondok mungkin berasal dari Bahasa Arab Funduq yang berarti asrama atau
hotel. Di Jawa termasuk Sunda dan Madura umumnya digunakan istilah pondok dan
pesantren, sedang di Aceh dikenal dengan Istilah dayah atau rangkang atau
menuasa, sedangkan di Minangkabau disebut surau. Menurut asal katanya pesantren
berasal dari kata santri yang mendapat imbuhan pe dan akhiran an yang
menunjukkan tempat. Dengan demikian pesantren artinya tempat para santri.Selain
itu, asal kata pesantren terkadang dianggap gabungan dari kata santri (manusia
baik) dengan suku kata tra (suka menolong) sehingga kata pesantren dapat
berarti tempat pendidikan manusia baik-baik. Pondok merupakan tempat
penampungan sederhana bagi pelajar yang jauh dari asalnya. Merupakan tempat
tinggal Kiai bersama santrinya dan bekerjasama untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.
Pondok bukanlah semata-mata dimaksudkan sebagai tempat tinggal atau asrama
santri untuk mengikuti pelajaran yang diberikan oleh kiai, melainkan juga
sebagai tempat latihan bagi santri untuk hidup mandiri.[15]
Pesantren,
pondok pesantren, atau sering disingkat pondok atau ponpes, adalah sekolah Islam berasrama yang terdapat di Indonesia. Pendidikan
di dalam pesantren bertujuan untuk memperdalam pengetahuan tentang Al-Qur’an
dan Sunnah
Rasul, dengan mempelajari bahasa
Arab dan
kaidah-kaidah tata bahasa-bahasa Arab. Para pelajar pesantren (disebut sebagai santri) belajar di sekolah ini, sekaligus tinggal
pada asrama yang disediakan oleh pesantren. Institusi sejenis juga terdapat di
negara-negara lainnya, di Malaysia dan Thailand Selatan yang disebut sekolah pondok, serta di India dan
Pakistan yang disebut madrasah Islamia.[16]
Pondok
Pesantren dalam penyelenggaraan
pendidikannya berbentuk asrama yang merupakan komunitas khusus di bawah
pimpinan kyai dan dibantu oleh ustadz yang berdomisili bersama-sama santri dengan masjid sebagai pusat
aktivitas belajar mengajar, serta pondok atau asrama sebagai tempat tinggal
para santri dan kehidupan bersifat kreatif, seperti satu keluarga.[17]
Adastatemen yang sinonim dengan pesantren, antara lain: pondok, surau, dayah dan
lainnya. Tepatnya istilah Surau
terdapat di Minangkabau, Penyantren
di Madura, Pondok di
Jawa Barat dan Rangkang di
Aceh.[18]
Ziemek mengatakan, kata pondok berasal dari kata funduq (Arab) yang
berarti ruang tidur atau wisma sederhana, karena pondok merupakan tempat
penampungan sederhana bagi pelajar yang jauh tempat tinggalnya, sedangkan kata
pesantrenberasal dari kata santri.
Atau gabungan dari suku kata sant (manusia baik) dengan suku kata tra
(suka menolong), sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan
manusia baik-baik.[19]
Pondok pesantren merupakan satu bentuk pendidikan
keislaman yang melembaga di Indonesia. Kata pondok (kamar, gubug, rumah kecil) dipakai dalam bahasa
Indonesia dengan menekankan pada kesederhanaan bangunan.[20]
Dalam perkembangannya, menampakkan keberadaan sebagai
lembaga pendidikan Islam yang mumpuni, di dalamnya didirikan sekolah,
baik secara formal maupun nonformal, bahkan sekarang pesantren mempunyai trend
baru dalam rangka memperbaharui sistem yang selama ini digunakan yaitu :
c. Mulai
akrab dengan metodologi kegiatan modern.
d. Semakin
berorientasi pada pendidikan fungsional, artinya terbuka atas
perkembangan di luar dirinya.
e. Diversifikasi
program dan kegiatan makin terbuka dan
ketergantungannyapun absolut dengan kyai sekaligus dapat membekali para santri
dengan berbagai pengetahuan di luar mata pelajaran agama, maupun ketrampilan
yang diperlukan di lapangan kerja.
f. Dapat
berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat.[21]
Imam
Bawani mengungkapkan, “Pondok (asrama) merupakan bukti tradisional suatu
pesantren. Maka suatu pesantren dikatakan lembaga pendidikan Islam tradisional
jika memiliki pondok atau asrama santri yang berstatus mukim. Kecenderungan
untuk berkelana dalam menuntut ilmu dan menetap di sebuah tempat dimana
seorang guru berada, merupakan tradisi yang menyatu dengan ulama masa lalu.[22]
Pengertian-pengertian di atas sudah representatif tetapi konvensional, apalagi
tahun 1996-an semarak dengan pesantren-pesantren kilat. Fenomena ini apabila
dikomparasikan dengan muatan definisi di atas kurang valid. Sebab terdapat
instrumen-instrumen yang dalam definisi tersebut tidak terpenuhi. Jadi definisi
yang bisa mewakilkan untuk terminologi pesantren dalam konotasi konvensional dan kontemporer
adalah suatu komunitas ulama/kyai,
guru, serta santri atau
murid, dalam
lingkungannya yang berupa pesantren
atau asrama, masjid, atau
gedung-gedung, sebagai tempat
pendidikan yang mengajarkan dan mengajarkan ajaran Islam. Sifat
organisasi ini bila permanen (dalam
waktu relatif lama) atau insidental (sebentar) seperti pesantren kilat,
kehidupannya bersifat kolektif (menyatu seperti keluarga), integritas
pesantren dapat independen dan bisa dependen serta menyatu
dengan kehidupan sosial masyarakatnya.[23]
Dari
pengertian di atas, pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Agama
Islam, dengan sistem asrama yang di dalamnya berisikan sekurang-kurangnya tiga
unsur pokok yaitu: kyai, sebagai
pengasuh sekaligus pengajar, santri
yang belajar dan masjid sebagai
tempat beribadah dan sentral kegiatan. Solidaritas dalam pesanten sangat begitu
menonjol dimasyarakat karena dampak positifnya dapat dirasakan oleh masyarakat
sekitarnya.
a.
Sejarah
Perkembangan Pondok Pesantren di Indonesia
Umumnya,
suatu pondok pesantren berawal dari adanya seorang kyai di suatu tempat,
kemudian datang santri yang ingin belajar agama kepadanya. Setelah semakin hari
semakin banyak santri yang datang, timbullah inisiatif untuk mendirikan pondok
atau asrama di samping rumah kyai. Pada zaman dahulu kyai tidak merencanakan
bagaimana membangun pondoknya itu, namun yang terpikir hanyalah bagaimana
mengajarkan ilmu agama supaya dapat dipahami dan dimengerti oleh santri. Kyai
saat itu belum memberikan perhatian terhadap tempat-tempat yang didiami oleh
para santri, yang umumnya sangat kecil dan sederhana. Mereka menempati sebuah
gedung atau rumah kecil yang mereka dirikan sendiri di sekitar rumah kyai. Semakin
banyak jumlah santri, semakin bertambah pula gubug yang didirikan. Para santri
selanjutnya memopulerkan keberadaan pondok pesantren tersebut, sehingga menjadi
terkenal kemana-mana.[24] Pondok
Pesantren di Indonesia memiliki peran yang sangat besar, baik bagi kemajuan
Islam itu sendiri maupun bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Berdasarkan
catatan yang ada, kegiatan pendidikan agama di Nusantara
telah dimulai sejak tahun 1596. Kegiatan agama inilah yang kemudain dikenal
dengan nama Pondok Pesantren. Bahkan dalam catatan Howard M. Federspiel
salah seorang pengkaji ke-Islaman di Indonesia, menjelang abad ke-12
pusat-pusat studi di Aceh (pesantren disebut dengan nama Dayah di Aceh) dan
Palembang (Sumatera), di Jawa Timur dan di Gowa (Sulawesi) telah
menghasilkan tulisan-tulisan penting dan telah menarik santri untuk belajar.[25]
Sejak awal
masuknya Islam ke Indonesia, pendidikan Islam merupakan kepentingan tinggi bagi
kaum muslimin. Tetapi hanya sedikit sekali yang dapat kita ketahui tentang
perkembangan pesantren di masa lalu, terutama sebelum Indonesia dijajah
Belanda, karena dokumentasi sejarah sangat kurang. Bukti yang dapat kita
pastikan menunjukkan bahwa pemerintah penjajahan Belanda memang membawa
kemajuan teknologi ke Indonesia dan memperkenalkan sistem dan metode pendidikan
baru. Namun, pemerintahan Belanda tidak melaksanakan kebijaksanaan yang
mendorong sistem pendidikan yang sudah ada di Indonesia, yaitu sistem
pendidikan Islam.Malah pemerintahan penjajahan Belanda membuat kebijaksanaan
dan peraturan yang membatasi dan merugikan pendidikan Islam.Ini bisa kita lihat
dari kebijaksanaan berikut.
Pada tahun
1882 pemerintah Belanda mendirikan Priesterreden (Pengadilan Agama) yang
bertugas mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan pesantren. Tidak begitu
lama setelah itu, dikeluarkan Ordonansi tahun 1905 yang berisi peraturan bahwa
guru-guru agama yang akanmengajar harus mendapatkan izin dari pemerintah setempat.
Peraturan yang lebih ketat lagi dibuat pada tahun 1925 yang membatasi siapa
yang boleh memberikan pelajaran mengaji. Akhirnya, pada tahun 1932 peraturan
dikeluarkan yang dapat memberantas dan menutup madrasah dan sekolah yang tidak
ada izinnya atau yang memberikan pelajaran yang tak disukai oleh pemerintah.
Peraturan-peraturan
tersebut membuktikan kekurangadilan kebijaksanaan pemerintah penjajahan Belanda
terhadap pendidikan Islam di Indonesia.Namun demikian, pendidikan pondok
pesantren juga menghadapi tantangan pada masa kemerdekaan Indonesia. Setelah
penyerahan kedaulatan pada tahun 1949, pemerintah Republik Indonesia mendorong
pembangunan sekolah umum seluas-luasnya dan membuka secara luas jabatan-jabatan
dalam administrasi modern bagi bangsa Indonesia yang terdidik dalam
sekolah-sekolah umum tersebut. Dampak kebijaksanaan tersebut adalah bahwa
kekuatan pesantren sebagai pusat pendidikan Islam di Indonesia menurun. Ini
berarti bahwa jumlah anak-anak muda yang dulu tertarik kepada pendidikan
pesantren menurun dibandingkan dengan anak-anak muda yang ingin mengikuti
pendidikan sekolah umum yang baru saja diperluas.Akibatnya, banyak sekali
pesantren-pesantren kecil mati sebab santrinya kurang cukup banyak.
Jika kita
melihat peraturan-peraturan tersebut baik yang dikeluarkan pemerintah Belanda
selama bertahun-tahun maupun yang dibuat pemerintah RI, memang masuk akal untuk
menarik kesimpulan bahwa perkembangan dan pertumbuhan sistem pendidikan Islam,
dan terutama sistem pesantren, cukup pelan karena ternyata sangat terbatas.
Akan tetapi, apa yang dapat disaksikan dalam sejarah adalah pertumbuhan
pendidikan pesantren yang kuatnya dan pesatnya luar biasa. Seperti yang
dikatakan Zuhairini (1997:150), ternyata “jiwa Islam tetap terpelihara dengan
baik” di Indonesia.[26]
b.
Unsur-unsur
Sebuah Pesantren
Untuk memberi
definisi sebuah pondok pesantren, harus kita melihat makna perkataannya. Kata
pondok berarti tempat yang dipakai untuk makan dan istirahat.Istilah pondok
dalam konteks dunia pesantren berasal dari pengertian asrama-asrama bagi para
santri. Perkataan pesantren berasal dari kata santri, yang dengan awalan pedi depan dan akhiran an berarti tempat tinggal para santri.
Maka pondok pesantren adalah asrama tempat tinggal para santri. Menurut Wahid,
“pondok pesantren mirip dengan akademi militer atau biara (monestory, convent)
dalam arti bahwa mereka yang berada di sana mengalami suatu kondisi totalitas.”
Sekarang di Indonesia ada ribuan lembaga pendidikan Islam terletak diseluruh
nusantara dan dikenal sebagai dayah
dan rangkang di Aceh, surau di Sumatra Barat, dan pondok pesantren di Jawa. Pondok
pesantren di Jawa itu membentuk banyak macam-macam jenis.Perbedaan jenis-jenis
pondok pesantren di Jawa dapat dilihat dari segi ilmu yang diajarkan, jumlah
santri, pola kepemimpinan atau perkembangan ilmu teknologi. Namun demikian, ada
unsur-unsur pokok pesantren yang harus dimiliki setiap pondok pesantren. Unsur-unsur
pokok pesantren, yaitu kyai, masjid, santri, pondok dan kitab Islam klasik
(atau kitab kuning), adalah elemen unik yang membedakan sistem pendidikan
pesantren dengan lembaga pendidikan lainnya.
1) Kyai
Peran penting
kyai dalam pendirian, pertumbuhan, perkembangan dan pengurusan sebuah pesantren
berarti dia merupakan unsur yang paling esensial. Sebagai pemimpin pesantren,
watak dan keberhasilan pesantren banyak bergantung pada keahlian dan kedalaman
ilmu, karismatik dan wibawa, serta ketrampilan kyai. Dalam konteks ini, pribadi
kyai sangat menentukan sebab dia adalah tokoh sentral dalam pesantren. Istilah
kyai bukan berasal dari bahasa Arab, melainkan dari bahasa Jawa. Dalam bahasa
Jawa, perkataan kyai dipakai untuk tiga jenis gelar yang berbeda, yaitu:
a) sebagai
gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat; contohnya, “kyai
garuda kencana” dipakai untuk sebutkan kereta emas yang ada di Kraton
Yogyakarta;
b) gelar
kehormatan bagi orang-orang tua pada umumnya;
c) gelar
yang diberikan oleh masyarakat kepada orang ahli agama Islam yang memiliki atau
menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para
santrinya.
2) Masjid
Sangkut paut
pendidikan Islam dan masjid sangat dekat dan erat dalam tradisi Islam di
seluruh dunia. Dahulu, kaum muslimin selalu memanfaatkan masjid untuk tempat
beribadah dan juga sebagai tempat lembaga pendidikan Islam. Sebagai pusat
kehidupan rohani,sosial dan politik, dan pendidikan Islam, masjid merupakan
aspek kehidupan sehari-hari yang sangat penting bagi masyarakat. Dalam rangka
pesantren, masjid dianggap sebagai “tempat yang paling tepat untuk mendidik
para santri, terutama dalam praktek sembahyang lima waktu, khutbah, dan
sembahyang Jumat, dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik.” (Dhofier 1985:49)
Biasanya yang pertama-tama didirikan oleh seorang kyai yang ingin mengembangkan
sebuah pesantren adalah masjid. Masjid itu terletak dekat atau di belakang
rumah kyai.
3) Santri
Santri
merupakan unsur yang penting sekali dalam perkembangan sebuah pesantren karena
langkah pertama dalam tahap-tahap membangun pesantren adalah bahwa harus ada
murid yang datang untuk belajar dari seorang alim. Kalau murid itu sudah
menetap di rumah seorang alim, baru seorang alim itu bisa disebut kyai dan
mulai membangun fasilitas yang lebih lengkap untuk pondoknya.
Santri biasanya
terdiri dari dua kelompok, yaitu santri kalong dan santri mukim. Santri kalong
merupakan bagian santri yang tidak menetap dalam pondok tetapi pulang ke rumah
masing-masing sesudah selesai mengikuti suatu pelajaran di pesantren. Santri
kalong biasanya berasal dari daerah-daerah sekitar pesantren jadi tidak
keberatan kalau sering pergi pulang. Makna santri mukim ialah putera atau
puteri yang menetap dalam pondok pesantren dan biasanya berasal dari daerah
jauh. Pada masa lalu, kesempatan untuk pergi dan menetap di sebuah pesantren
yang jauh merupakan suatu keistimewaan untuk santri karena dia harus penuh
cita-cita, memiliki keberanian yang cukup dan siap menghadapi sendiri tantangan
yang akan dialaminya di pesantren.
4) Pondok
Definisi
singkat istilah ‘pondok’ adalah tempat sederhana yang merupakan tempat tinggal
kyai bersama para santrinya (Hasbullah, 1999:142). Di Jawa, besarnya pondok
tergantung pada jumlah santrinya. Adanya pondok yang sangat kecil dengan jumlah
santri kurang dari seratus sampai pondok yang memiliki tanah yang luas dengan
jumlah santri lebih dari tiga ribu.Tanpa memperhatikan berapa jumlah santri,
asrama santri wanita selalu dipisahkan dengan asrama santri laki-laki. Komplek
sebuah pesantren memiliki gedung-gedung selain dari asrama santri dan rumah
kyai, termasuk perumahan ustad, gedung madrasah, lapangan olahraga, kantin,
koperasi, lahan pertanian dan/atau lahan pertenakan. Kadang-kadang bangunan
pondok didirikan sendiri oleh kyai dan kadang-kadang oleh penduduk desa yang
bekerja sama untuk mengumpulkan dana yang dibutuhkan. Salah satu niat pondok
selain dari yang dimaksudkan sebagai tempat asrama para santri adalah sebagai
tempat latihan bagi santri untuk mengembangkan ketrampilan kemandiriannya agar
mereka siap hidup mandiri dalam masyarakat sesudah tamat dari pesantren. Santri
harus memasak sendiri, mencuci pakaian sendiri dan diberi tugas seperti
memelihara lingkungan pondok. Sistem asrama ini merupakan ciri khas tradisi
pesantren yang membedakan sistem pendidikan pesantren dengan sistem pendidikan
Islam lain seperti sistem pendidikan di daerah Minangkabau yang disebut surau
atau sistem yang digunakan di Afghanistan.[27]
5) Kitab-Kitab
Islam Klasik:
Kitab-kitab
Islam klasik dikarang para ulama terdahulu dan termasuk pelajaran mengenai
macam-macam ilmu pengetahuan agam Islam dan Bahasa Arab. Dalam kalangan
pesantren, kitab-kitab Islam klasik sering disebut kitab kuning oleh karena
warna kertas edisi-edisi kitab kebanyakan berwarna kuning. Pada saat ini,
kebanyakan pesantren telah mengambil pengajaran pengetahuan umum sebagai suatu
bagian yang juga penting dalam pendidikan pesantren, namun pengajaran
kitab-kitab Islam klasik masih diberi kepentingan tinggi. Pada umumnya,
pelajaran dimulai dengan kitab-kitab yang sederhana, kemudian dilanjutkan
dengan kitab-kitab yang lebih mendalam dan tingkatan suatu pesantren bisa diketahui
dari jenis kitab-kitab yang diajarkan. Ada delapan macam bidang pengetahuan
yang diajarkan dalam kitab-kitab Islam klasik, termasuk:
a) nahwu
dan saraf (morfologi);
b) fiqh;
c) usul
fiqh;
d) hadits;
e) tafsir;
f) tauhid;
g) tasawwuf
dan etika;
h) cabang-cabang
lain seperti tarikh dan balaghah.
Semua jenis
kitab ini dapat digolongkan kedalam kelompok menurut tingkat ajarannya,
misalnya: tingkat dasar, menengah dan lanjut. Kitab yang diajarkan di pesantren
di Jawa pada umumnya sama.[28]
4. Pengertian Kefasihan
fa·sih a
lancar, bersih, dan baik lafalnya (tt berbahasa, bercakap-cakap, mengaji, dsb
--
lidah pandai berkata-kata; petah lidah;
mem·fa·sih·kan v
melatih supaya fasih;
mem·per·fa·sih v
membuat (mengusahakan) supaya lebih fasih;
ke·fa·sih·an n
perihal fasih (dl berbahasa, berbicara, dsb[29]
Dan definisi kepasihan menurut
thesaurus:
fasih 1) a
bacar, bijak, calak, cepat, galir, lancar, lincir, lincir lidah, pantas, petah,
petah lidah, petes; memahami, menguasai ant gagap;
kefasihan n
kecalakan, kelancaran, kemahiran, kepetahlidahan
fasih : : : lancar;
tidak tersendat-sendat.
Sedangkan menurut kamus globlal kepasihan
berarti:
a.
pandai/fasih bicara.
b.
penuh perasaan.
c.
yang mengesankan.[30]
Dengan demikian fasih mengandung arti lancar, bersih, dan baik lafalnya dalam
berbicara maupun dalam membaca, sedangkan
kepasihan merupakan perihal dari fasih atau dapat di gambarkan seperti di
bawah ini:
5. Pengertian
Membaca
Membaca
adalah sebuah keharusan bila kita ingin menguasai dunia. Dengan membaca,
pandangan kita menjadi lebih terbuka terhadap hal-hal baru yang tidak kita
ketahui sebelumnya. Bila sebelumnya membaca identik dengan buku, maka di jaman
yang serba digital ini membaca tidak hanya terpaku pada membaca buku karena
segala informasi terkini telah tersedia di dunia maya.[32]
Membaca
adalah kegiatan merespon lambang-lambang cetak atau lambang-lambang tulis
dengan pengertian yang tepat (Harjasujana & Maryati). Membaca adalah suatu
kegiatan berbaha untuk memahami lambang-lambang bunyi bahasa yang tertulis baik
bersuaar ataupun tidak dalam memahami informasi- informasi yang disajikan
(Herususanto). Membaca adalah proses psikologis, proses sensorik, proses
perseptual, dan proses perkembangan (Harras dan Sulistianingsih).[33]
a. Tujuan
Membaca
1) mendapatkan
informasi faktual.
2) memperoleh
keterangan tentang sesuatu yang khusus.
3) memberikan
penilaian tentang karya sastra.
4) memperoleh
kenikmatan emosi.
5) mengisi
waktu luang (Nurhadi).
b. Jenis
Membaca
1) Membaca
Nyaring
Membaca nyaring adalah proses melisankan sebuah tulisan dengan memperhatikan
suara, intonasi, dan tekanan secara tepat, yang diikuti oleh pemahaman makna bacaan
oleh pembaca (Kamidjan).
Ketrampilan dalam membaca nyaring:
a) Penggunaan
ucapan yang tepat.
b) Pemenggalan
frase yang tepat.
c) Penggunaan
intonasi, nada, dan tekanan yang tepat.
d) Penggunaan
tanda baca dengan baik.
e) Penggunaan
suara yang jelas.
f) Penggunaan
ekspresi yang tepat.
g) Pengaturan
kecepatan membaca.
h) Pengaturan
ketepatan pernapasan.
i) Pemahaman
bacaan.
j) Pemilikan
rasa percaya diri.
2) Membaca
Dalam Hati (Membaca Ekstensif dan Membaca Intensif)
a) Membaca
Ekstensif
Membaca ekstensif adalah proses membaca yang dilakukan dalam waktu yang
singkat dan dengan bahan bacaan yang beranekaragam. Tujuan Membaca Ekstensif Memahami
isi yang penting dalam buku. Menurut Brougton ada 3 macam membaca :
-
Membaca Survey
Kegiatam membaca yang bertujuan untuk mengetahui gambaran umum isi dan
ruang lingkup bahan bacaan, membaca survei merupakan kegiatan membaca misalnya
melihat judul, pengarang, daftar isi dll.
-
Membaca sekilas
Kegiatan membaca yang menyebabkan mata kita bergerak cepat melihat dan
memperhatikan bahan tertulis untuk mencari dan mendapatkan informasi secara
cepat (skimming).
-
Membaca dangkal
Kegiatan membaca untuk memperoleh pemahaman yang dangkal dari bahan bacaan
yang kita baca.Bahan bacaannya merupakan bahan bacaan yang ringan karena
tujuannya untuk mencari kesenangan.
b)
Membaca Intensif
Membaca Intensif adalah Kegiatan membaca yang dilaksanakan secara seksama
dan merupakan salah satu upaya untuk menumbuhkandan mengasah kemampuan membaca secara
kritis.[34]
6.
Pengertian Al-Qur’an
Arti kata
Qur’an dan apa yang dimaksud dengan Al-Qur’an menurut bahasa yang berarti
“bacaan”. Di dalam Al-Qur’an sendiri ada pemakaian kata “Qur’an” dalam arti
demikian sebagai tersebut dalam ayat 17-18 surat Al-Qiyaamah yang berbunyi:
¨bÎ) $uZøn=tã ¼çmyè÷Hsd ¼çmtR#uäöè%ur #sÎ*sù çm»tRù&ts% ôìÎ7¨?$$sù ¼çmtR#uäöè%
Artinya: Sesungguhnya atas tanggungan kamilah
mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami
Telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.[35]
Kemudian
dipakai kata Qur’an itu untuk Al-Qur’an yang dikenal sekarang ini. Adapun
definisi Al-Qur’an ialah: “kalam Allah s.w.t yang merupakan mu’jizat yang
diturunkan/diwahyukan kepada Nabi Muhamad SAW dan membacanya adalah ibadat.[36] Al-Qur`an
adalah kalamullah, firman ALLAH Swt, ia bukanlah kata-kata manusia, bukan pula
kata-kata jin, setan, atau malaikat. Al-Qur`an bukan berasal dari pikiran
makhluk, bukan syair, bukan sihir, bukan pula produk kontemplasi atau hasil
pemikiran filsafat manusia. Hal ini ditegaskan olah ALLAH Swt dalam Al-Qur`an
Surah An-Najm ayat 3-4: "Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur`an)
menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan (kepadanya)"[37]
Al-Qur’ān (ejaan KBBI: Alquran, Arab: القرآن) adalah kitab suci
agama Islam. Umat Islam percaya bahwa
Al-Qur'an merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang
diperuntukkan bagi manusia, dan bagian dari rukun iman,
yang disampaikan kepada Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, melalui perantaraan Malaikat
Jibril. Dan sebagai wahyu pertama yang diterima oleh Rasulullah SAW adalah
sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-'Alaq ayat 1-5. Ditinjau dari segi
kebahasaan, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti "bacaan"
atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang". Kata Al-Qur’an adalah
bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a yang artinya membaca. Dr. Subhi Al
Salih mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut: “Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf serta
diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya termasuk ibadah”.
Adapun Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur'an sebagai
berikut:
"Al-Qur'an adalah firman Allah yang tiada
tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat
Jibril a.s. dan ditulis pada
mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas"[38]
Dan menurut Syekh Muhammad Khudri Beik,
Al-Qur`an ialah firman ALLAH Swt yang berbahasa Arab, diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw untuk dipahami isinya, disampaikan kepada kita secara mutawatir,
ditulis dalam mushaf dimulai dengan Surah Al-Fatihah dan diakhiri Surah An-Nas.
Juga menurut
Syekh Muhammad Abduh, Al-Kitab atau Al-Qur`an ialah bacaan yang telah
tertulis dalam mushaf yang terjaga dalam hafalan-hafalan umat Islam. Sedangkan menurut Muhammad Abdul Azim
az-Zarqani, Al-Qur`an adalah kitab yang menjadi mukjizat yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad Saw, ditulis dalam mushaf dan disampaikan secara
mutawatir.[39]
Dengan
definisi tersebut di atas sebagaimana dipercayai Muslim, firman Allah yang diturunkan
kepada Nabi selain Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan Al-Qur’an seperti Kitab Taurat yang
diturunkan kepada umat Nabi Musa AS atau Kitab Injil yang
diturunkan kepada umat Nabi Isa AS. Demikian pula firman Allah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadits Qudsi,
tidak termasuk Al-Qur’an.
7. Mata Pelajaran Baca Tulis Qur’an di
Madrasah Diniyah
Perkembangan
dunia pendidikan saat ini sangat pesat sekali, tidak sedikit sekolah yang sudah
menggunakan fasilitas teknologi dalam pembelajaran demi untuk peningkatan mutu
siswa. Namun tidak sedikit pula sekolah yang perhatian terhadap pembelajaran
pendidikan agama Islam khususnya pada bidang Baca Tulis Al-Qur’an. Dalam
kenyataannya, banyak sekali siswa-siswa SMP, MTs, SMA, bahkan mahasiswa tidak
mampu Baca Tulis Al-Qur’an. Sementara Baca Tulis Al-Qur’an merupakan bagian
yang sangat mendasar untuk memahami Al-Qur’an dan Al-Hadist sebagai sumber
ajaran agama Islam. Sebab pendidikan agama Islam sangat berpengaruh terhadap
pembentukan perilaku, kemampuan sumber daya manusia seseorang, sehingga
bermanfaat dan memberikan kemaslahatan bagi dirinya dan masyarakat pada
umumnya, menuju manusia yang berakhlaq mulia dalam kehidupan sosial
sehari-hari.[40]
B. Kerangka Berfikir
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisi yang telah ada di
indonesia setelah sekolah-sekolah pola barat maju. Karakteristik suatu
pesantren ditandai dengan adanya pondok (asrama), mesjid, pengajaran dengan
kitab-kitab Islam klasik, santri dan kyai. Pengaruh kyai bukan hanya dominan
dalam kalangan pesantren tetapi juga kepada warga desa kawasan daerah
disekitarnya. Tujuan pendidikan pesantren bukan untuk mengajar kepentingan
kekuasaan, harta dan keagungan duniawi saja, namun semata-mata merupakan
kewajiban dan pengabdian kepada Allah SWT, perkembangan suatu pesantren
sepenuhnya terletak pada kemampuan dan wawasan kiyainya. Kiyai merupakan faktor
dominan dari sebuah pesantren, upaya para kiyai yang paling utama dalam
melestarikan tradisi pesantren ialah membangun solidaritas dan kerjasama secara
internal dan eksternal. Kaitannya dengan pesantren yang dominan dikenal oleh
masyarakat luas yaitu mengenai pembacaan Al-Qur’an yang fasih, dengan kata lain
yaitu pendidikan ilmu tajwid yang mendalam.
Sementara ilmu merupakan semacam pengetahuan yang mempunyai
ciri-ciri, tanda-tanda dan syarat-syarat tertentu. Sedangkan tajwid adalah
membaguskan bacaan Al-Qur’an sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu tajwid yang
berlaku atau mempelajari cara mengucapkan huruf-huruf Al-Qur’an tentang tebal
dan tipisnya, panjang dan pendeknya, sifat-sifatnya, dan hukum membaca Al-Qur’an.
Mempelajari tajwid sebagai suatu
ilmu pengetahuan hukumnya Fardhu Kifayah, tetapi mengamalkan tajwid ketika
membaca Al-Qur’an adalah fardhu 'ain atau wajib kepada lelaki dan perempuan
yang mukallaf atau dewasa. Oleh karena itu, pondok pesantren sangat mempunyai
peran yang sangat penting dalam mendidik para santrinya supaya fasih dalam
membaca Al-Qur’an. Sementara itu, pelajaran Baca Tulis Qur’an yang mengisi KBM di
MD Takmiliyah Wadowetan sangat erat kaitannya dengan pengajaran tajwid di
pondok pesantren. Ilmu tajwid yang diajarkan para kiyai dipesantren pada
santrinya, yang sebagian merupakan siswa MD Takmiliyah Wadowetan dalam hal
membaca Al-Qur’an-nya pada pelajaran Baca Tulis Qur’an sekilas dapat dibedakan
kepasihan membacanya dengan siswa yang tidak menunutut ilmu di pesantren.
Mengingat pentingnya pengajaran ilmu tajwid di pondok pesantren terhadap kepasihan siswa
dalam membaca Al-Qur’an pada mata pelajaran Baca Tulis Qur’an, penulis
skematikan dalam bentuk kerangka sebagai
berikut:
Sistem pengajara
ilmu tajwid
di pondok pesantren
Al-Hidayah
|
-
Materi pembelajaran
-
Metode pembelajaran
-
Memilih alat dan sumber
-
Memilih waktu yang efektif
|
Pelaksanaan pendidikan BTQ di MD
Takmiliah Wadowetan
|
-
Materi pembelajaran
-
Metode pembelajaran
-
Memilih alat dan sumber
-
Memilih waktu
|
Kepasihan siswa dalam membaca Al-Qur’an
|
C. Hipotesis
Hipotesis adalah asumsi atau dugaan sementara mengenai suatu hal yang
dibuat untuk menjelaskan hal itu yang sering dituntut untuk melakukan
pengecekan.[41]
Maka hipotesis yang dapat digambarkan dalam penelitian ini adalah:
1.
adanya
penerapan sistem pengajaran ilmu tajwid di pondok pesantren Al-Hidayah Desa
Wadowetan Kecamatan Bantarujeg Kabupaten Majalengka;
2.
siswa
fasih dalam membaca Al-Qur’an pada mata ajar Baca Tulis Al-Qur’an (BTQ) di Madrasah Diniah Takmiliah Desa Wadowetan
Kecamatan Bantarujeg Kabupaten Majalengka;
3.
terdapat
pengaruh penerapan sistem pengajaran ilmu tajwid di pondok pesantren Al-Hidayah
terhadap kepasihan siswa dalam membaca Al-Qur’an pada mata ajar Baca Tulis Al-Qur’an (BTQ) di Madrasah Diniah Takmiliah Desa Wadowetan
Kecamatan Bantarujeg Kabupaten Majalengka.
[9]Depag RI, (Al-Qur’an dan Terjemahannya), Jakarta: Proyek
Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 1984, h: 988.
[10]
…………….
[11]
………………..
[12]H Rohadi Abdul Fatah, M Tata Taufik, Abdul Mukti Bisri, (Rekontruksi Pesantren Masa Depan),
Jakarta Utara: PT. Listafariska Putra, 2005, h: 11
[13]Mastuki HS, El-sha, M. Ishom, (Intelektualisme Pesantren), Jakarta: Diva Pustaka, 2006, h:1.
[14]H.Amin Haedari, (Transformasi Pesantren), Jakarta:
Media Nusantara, 2007, h: 3.
[18]Martin Van Bruinessen, (Kitab
Kuning Pesantren dan Tarekat), Bandung: Mizan, 1995, h: 17.
[19]Zamakhsyari
Dhofier, (Op. Cit), h:
18.
[20]Soedjoko
Prasodjo, (Profil Pesantren),LP3ES, Jakarta,
1974, h . 11
[21]Hasbullah , (Kapita Selekta
Pendidikan Islam), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999, h: 58.
[22]Imam Bawani, (Pesantren
Tradisional),Surabaya: Al-Ikhlas,1983, h: 129.
[24]Rochidin Wahab, (Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia), Bandung: CV. Alfabeta, 2004, h: 153,154.
[25]Irfan Hielmy, (Wancana Islam), ciamis: Pusat
Informasi Pesantren, 2000, h: 120.
[26]Mayra Walsh, (Pondok Pesantren Dan Ajaran
Golongan Islam Ekstrim Studi Kasus Di Pondok Pesantren Modern Putri‘Darur
Ridwan’ Parangharjo, Banyuwangi), Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik Universitas
Muhammadiyah Malang, 2002, h: 12.
[27]Mayra Walsh, (Pondok Pesantren Dan Ajaran
Golongan Islam Ekstrim Studi Kasus Di Pondok Pesantren Modern Putri ‘Darur
Ridwan’ Parangharjo, Banyuwangi), Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik Universitas
Muhammadiyah Malang, 2002, h: 10,11.
[28]Mayra Walsh, (Pondok Pesantren Dan Ajaran
Golongan Islam Ekstrim Studi Kasus Di Pondok Pesantren Modern Putri ‘Darur
Ridwan’ Parangharjo, Banyuwangi), Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik Universitas
Muhammadiyah Malang, 2002, h: 11,12.
[29]Depdikbud, (Kamus Besar Bahasa Indonesia),
Jakarta: Balai Pustaka, 1989, h: .......
[30]http://kamus.sabda.org/kamus/kefasihan,
tgl: 24-3-2013.
[31]http://www.artikata.com/arti-363374-kefasihan.html,
tgl: 28-3-2013.
[35]Depag RI, (Al-Qur’an dan Terjemahannya), Jakarta: Proyek
Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 1984, h: 999.
[36]Depag RI, (Al-Qur’an dan Terjemahannya), Jakarta: Proyek
Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 1984, h: 16.
[38]www.almanhaj.or.id
Hukum Menyentuh Atau Memegang
Al-Qur'an Bagi Orang Junub, Wanita Haid Dan Nifas,
tgl: 8-5-2010.
[41]Nana Sudjana, (Metode Statistik), Bandung:
Tarsito, 1996, h: 219.